Kamis, 03 Desember 2015

Celoteh Sore

Desemberku.

Bersama lilin beraroma lili
Dan secangkir teh bercampur madu
Duduk aku menghadap jendela
Memandang dinginnya waktu akhir tahun

Sembari memeluk cangkir keramikku
  Kulihat dahan yang mengecup lantai
Bersama tangkai dengan hati penuh pilu
Merindu.

Desember mereka.

Untaian cahaya yang menyelimuti pekarangan mereka
Mereka yang dalam kehangatan berdoa agar esok berubah putih

Empat lilin advent mulai menghiasi ruang makannya
Kayu manis mulai terkecap di segala pangan
Cerobong yang mulai memuntahkan segala asapnya

Nampaknya,
 desember mereka tak sekelabu desemberku.

Sabtu, 28 November 2015

Elegi


Suara denting yang tak henti
Rindu terucap, temu tak terkecap

Tunggu, aku lihat kamu pagi ini!
Indah hiasi layar dingin penuh warna
Titik demi titik menyatu bergandengan membentuk senyummu
Yang kian lama kian jahat
Menggerus hati sekian dalam
Meninggalkan bekas tak ampun

Untung saja rindu tak bersuara
Kalau tidak, sudah pekak telingaku.


Selasa, 10 November 2015

Biarkan


Kita yang pernah terpisahkan waktu
Kita yang pernah terpisahkan batas tak nampak
Takdir katanya

Kemungkinan tumbuh liar di ladang pikiran
Tertiup angin yang mebawa harum indahnya andai
Mengapa terlambat?

Namun kini terbayar semua

Aku adalah aku 
Kamu adalah kamu
Kita adalah kita
Yang aku cinta

 Jatuhkan segala sejenak
Biarkan waktu yang mengambil nahkoda
Sandarkan kepalamu pada bahuku yang mungkin rapuh
Damai katanya.

Senin, 02 November 2015

November



Kala itu tak bisa kubedakan
Kebulan asap rokok atau uap dari napasmu yang hangat

Bercerita kita mesra
Dalam dinginnya bulan November

Tak perduli adik kakak yang saling berlomba dalam lingkar yang berdetak
Tak perduli tangan kaki yang mulai kelu dimakan suhu

Kali ini kamu ada.

Kala itu tak bisa kuelakkan
Lingkar tentram yang kucari
Dalam penantian yang senantiasa menari

Rabu, 21 Oktober 2015

Puan Harap



Kelana ku tak henti
Tanah dingin nan asing senantiasa kutapaki
Berselimutkan asa dan mimpi

Sebongkah harap kujinjing rapi
Dalam doa yang tak kunjung amin

Cercah kulihat
Menanti punggung penuh luka
Menanggul beban segala rupa

Semoga cahaya yang ku genggam
Di akhir lorong berpijak tajam

Selasa, 13 Oktober 2015

Lelap


Kurakit kapal khayal
Mengambang tenang di langit bertenun awan
Temaram bulan tunjukkan arah

Andai kita hanya berjarak mimpi
Bukan batu kelam sepanjang 500 kilometer

Akan kukayuh kapal kecilku
Melintas tanpa ragu
Hanya untuk mendekapmu di tangan lemahku
Dan mengucap, selamat tidur.

Musim Jingga



Angin yang menerpa kini tak lagi lemah
Menyapu dedaunan yang mengecup dinginnya pijakan manusia
Jingga warna sekeliling
Namun bukan karna sang mentari

 Langit berdesak mega
Pagi tanpa secercah cahaya
Kabut menghalang pandang
 Tangan dan kaki yang mulai kelu

Selamat datang, Autumn

Kenang Masa



Suara langkah yang melemah
Mata yang tertuju jauh
Serentak kita memandang arah mata angin yang sama

Punggungmu yang mencambuk akalku
Hentakan kaki kokohmu yang melantun dalam iringan tidurku
Merintih perih
Dalam penantian ku berdiri

Berkecamuk di pelukan sang gulita
Merindu pada sosok seorang pria.

Kamis, 01 Oktober 2015

Menunggu



Kususun sebaris melodi
Kulantunkan irama sang malam

Tuk menyambut sang kekasih

Detik-detik kian berlalu
Meninggalkan beribu bekas di jalan setapak

Ia tak kunjung datang

Ku tetap berdiri disini
Merenda angan di rahim malam 

Tersemat sepucuk harap
Kamu hadir
Saat langit kembali mengenakan busana tenun dari untaian cahaya pagi

Selasa, 29 September 2015

Selamat Kembara





Matahari di atas kepala
Kita sibuk bercerita

Matahari di ambang batas
Kita sibuk tertawa lepas

Bulan bersinar cerah
Tangan sibuk menengadah,

Kuselipkan berjuta doa di tangan Sang Kuasa
Tergoreskan banyak namamu disana
Semoga cerita bahagia yang terlontar
Saat kita kembali jumpa.

Minggu, 27 September 2015

Angin dan Legam






Angin berhembus
Menyelinap diantara ruang tubuh
Siang ini sunyi
Hanya ada aku dan si legam dalam cangkir

Perlahan ku perhatikan asap lemah si legam
Menguap, bersatu dengan angin

Ingin rasanya pula diri ini menguap
Bersatu dengan angin yang membawaku jauh
Padamu yang jauh

Agar sekiranya aku bisa menikmati hangatnya si legam
Bersama sejumput candaan manis dan riuh
Bersamamu yang jauh.

Senin, 21 September 2015

Pada Kalian






Gelapnya malam menenangkan
Dinginnya malam perlahan enyah
Panasnya siang tak menyurutkan suasana
Deru kendaraan tak mampu mengalahkan kerasnya tawa
Saat kita bersama.

Wahai ayah dan ibu.
Kepada kalian rinduku berlabuh.
Kepada kalian ku titip kecup seribu malam.
Sampai Tuhan ijinkan kembali jumpa.

Rabu, 16 September 2015

Kawan






Dengan kalian ku tertawa
Melupakan beban walau tuk sekejap
Dengan kalian aku melangkah
Melewati rimbunnya rasa asing
Di tanah orang lain

Kawan serantau, senasib dan sepenanggungan. Bagiku mereka ini harta. Setiap tawa yang lepas, setiap tangis yang reda, setiap cerita yang berdengung hingga adzan subuh berkumandang, setiap petikan nada yang selimuti senja bersama kebulan asap rokok.
Kita tau rasanya jauh dari mereka. Mereka yang kita cintai. Karna itu kita saling menjaga, bak sesama keluarga. Apalah arti materi ketika kamu hanya berkawan sepi? 
Betapa bahagianya aku yang punya kesempatan untuk berpapasan dengan kalian dalam kembara ini.
Terima Kasih.

Rabu, 09 September 2015

Wahai Pelintas Pikiran





Tergambar raut wajahmu
Kala aku bermain pikiran
 Kamu yang jauh.
Kamu terwakilkan aksara
Hangat yang kurasa bukan dari pelukmu
Melainkan dari alat kotak yang mendekatkan jarak
Kedua matamu
Gelak tawamu
Tingkah lakumu
Segala tentangmu

Semoga segera bersua
 Aku rindu.

Minggu, 06 September 2015

Mati Rasa

Ku menjerit
Ku terseok
Ku terdampar
dalam luasnya padang yang berbisik
berbisik pilu

Lelah

Ingin ku rebahkan kepalaku
Ingin ku kibaskan segala rasa
Aku ingin mati rasa tuk sejenak

Lelah.

Selasa, 01 September 2015

Pertama

Gulita ini menyiksa
Namun lantunan melodi tenangi jiwa
Bercahayakan layar tujuh belas inch
aku menulis
Secarik puisi dalam malam
Menyampaikan sejuta salam
kepada kalian
Para manusia pencari makna